Thursday, July 22, 2010

APLIKASI PENGGUNAAN EM

APLIKASI DAN PENYIMPANAN EM
EM adalah kumpulan bakteria semulajadi yang terdapat pada alam. Gabungan bakteria yang berperanan sendiri akhirnya membentuk suatu kerjasama dan apabila diberi kepada alam ianya memberi faedah yang menakjubkan kepada alam sekitar dan kehidupan.
Aplikasi penggunaan khusus bergantung kepada keadaan dan perawatan tertentu.Kajian haruslah dilakukan bagi memastikan kaedah paling berkesan dan ekonomikal.
EM adalah benda hidup. Pengaktifan, penyimpanan dan aplikasi adalah fasa terpenting dalam menentukan keberkesanan penggunaan EM.

Penyimpanan:
Jika anda pengguna Probac:
-Elakkan simpan di tempat haba atau bergoyang.
-Untuk hasil terbaik guna serta merta atau dalam masa 14 hari selepas dibuka.Penyimpanan yang baik boleh menjangkau 2bulan.
-Lepaskan gas yang terhasil dalam botol setiap hari dan ketatkan semula.Gas akan berkurangan pada minggu ke-2.
-Gunakan air tidak berklorin untuk aplikasi anda (simpan takungan air 48jam).
-Bau masam-masam manis.
-Jangan berjimat dan simpan terlalu lama. Gunakan untuk mandi, bunga pasu, tandas, sinki dsb.
-Jika bau busuk seperti telur busuk, jangan gunakan dan buang terus ke dalam longkang.
Aplikasi:
-Rujuk label untuk aplikasi tertentu.
-Rawatan setiap hari jika perlu.(Cth: untuk ternakan sebaiknya rawat selama 3 hari berturut-turut sebelum rehat selama 7 hari.)
-Rawatan berselang seli.(cth:hari 1,3,5,7,9 dan seterusnya)
-Rawat secara kerap dan boleh dikurangkan setelah masalah berkurangan/hilang.
-Rawatan dari peringkat permulaan hingga tuaian.
Tujuan rawatan adalah untuk mewujudkan persekitaran EM( EM environment).
EM-1 Dalam Persekitaran Vermicomposting
Penggunaan EM-1 dalam usaha vermicomposting amat digalakkan & penggunaannya bermula pada peringkat pra-pengkomposan bagi mempercepatkan jangka masa penguraian / pereputan sisa buangan organik.
Mikrob berfaedah mula membiak & berfungsi pada peringkat pra-pengkomposan dalam persekitaran vermicomposting. Ianya dapat menambah nilai mutu baja secara menyeluruh.
Mikrob berfaedah ada di mana-mana & ianya penting sebagai salah satu agen penguraian / pengkomposan terutamanya Lactobacillus. Ianya saling bekerjasama dengan cacing kompos dalam sistem vermicomposting. Cacing cuma akan makan jika sisa itu separa reput & memakan medium besertamikrob bagi membantu penghadaman. Oleh kerana mikrob berfaedah tertentu, sistem penghadaman cacing berupaya mensterilkan apa jua bahan mereput termasuk beberapa pathogen yang sangat merbahaya kepada manusia.
EM-1 perlu melalui proses pengaktifan menjadi EM Activated Solution ( EMAS ) sebelum boleh digunakan. EMAS perlu dicairkan dengan air bersih pada kadar nisbah tertentu bergantung kepada tujuan penggunaan.
PROSES MENGAKTIFKAN EM-1
Bahan-Bahan Yang Diperlukan :
EM-1
Gula Merah / Molases
Air Bersih ( Bebas Klorin )
Tong / Botol Plastik Berpenutup
Nisbah Bancuhan – 1 liter EM-1 : 1 liter Gula Merah / Molases : 20 liter Air Bersih
Langkah 1
Tong plastik dicuci bersih bagi menanggalkan sebarang sisa terutamanya sisa kimia.
Langkah 2
Isikan 10 liter air bersih ( suam ) ke dalam tong plastik & campurkan 1 liter molases. Goncangkan tong plastik untuk sebatikan campuran.
Langkah 3
Tambahkan 10 liter air bersih ( suam ) ke dalam tong & goncangkan bagi sebatikan campuran.
Biarkan selama lebih kurang 30 minit sehingga suhu campuran turun.
Langkah 4
Campurkan 1 liter EM-1 ke dalam tong. Goncang sekali sahaja & tutup tong plastik dengan kemas. Simpan di tempat gelap bersuhu bilik 30 C – 40 C.
EM-1 dicampur diperingkat akhir bancuhan sahaja.
Langkah 5
Selepas hari ke-3, buka penutup secara perlahan-lahan untuk melepaskan sedikit gas yang terkumpul di dalam tong yang terhasil dari tindak balas mikrob & tutup tong dengan kemas.
Langkah 6
Selepas hari ke-7 atau pH turun melebihi 3.7 menunjukkan EM Actived Solution ( EMAS ) telah sedia untuk digunakan.
Semua air yang digunakan untuk EM-1 & EMAS mestilah air bersih ( bebas klorin ).
Nisbah campuran EMAS : Air Bersih seperti berikut :
1:50 bagi tujuan pereputan
1:100/200 bagi tujuan nyah bau.
EMAS seelok-eloknya digunakan dalam masa 14 hari selepas pengaktifan. Maksima sehingga 30 hari. Elakkan terdedah kepada cahaya matahari & suhu tinggi.
EM-1 yang bertutup & tidak tercemar & tidak terdedah kepada cahaya matahari / suhu tinggi boleh digunakan sehingga 1 tahun.

Tuesday, July 20, 2010

EM FORUM

EDISI II


Kamis, 12 Februari 2009

EDISI I

Edisi III

Senin, 15 Desember 2008

Forum Usaha


Melirik Usaha Penggemukan Domba

Permintaan yang tinggi dan mudahnya perawatan, membuat usaha penggemukan domba bertambah maju. Pemiliknyapun tak segan-segan membicarakan keberhasilannya memelihara ternak domba baik kepada masyarakat maupun dinas-dinas peternakan kota tersebut.

Pag-pagi buta, saat mentari belum menampakkan sinarnya, lelaki separuh baya tengah asik memilih domba di pasar hewan Martoyudan, Magelang, Jawa Tengah. Bak seorang makelar, pria yang dulunya pernah menjadi juragan tembakau yang tergilas permainan pasar ini, mulai kasak-kusuk mencari domba yang akan di jual. Beda dengan pembeli lainnya, pria bersahaja ini, justru mencari domba yang perawakan kurus dan tentunya, dengan harga yang murah.
Setelah beberapa domba terbeli, domba-domba tersebut dibawa pulang untuk dirawat, dibesarkan, lalu dijual kembali setelah tiga bulan berselang dengan harga yang lumayan tentunya.
Matkadari, asal Desa Ngelondong, Parakan, Temanggung, Jawa Tengah memang belum lama menekuni usaha penggemukan domba. Bukan sekedar coba-coba tetapi usaha yang ditekuninya itu, penuh dengan perhitungan yang matang. Saat ini ia melihat, bisnis penggemukan domba masih kurang tergarap secara serius, sementara permintaan domba terus meningkat.
Padahal, Provinsi Jawa Tengah merupakan wilayah dengan populasi ternak kambing atau domba tertinggi dibandingkan provinsi lain. Berdasarkan data yang diolah dari Departemen Pertanian tahun 2003, daerah yang populasinya paling padat dan cocok untuk mengembangkan sumber bibit dan bakalan kambing secara berturut-turut adalah Jawa Tengah.
Selama ini, perkembangan produksi dan produktivitas domba hampir tidak mengalami kemajuan berarti, kebanyakan dipelihara apa adanya tanpa perencanaan yang jelas untuk lebih berkembang, produktif, dan menguntungkan.
Menurut data yang sama, konsumsi daging domba di beberapa negara baik asia, eropa dan amerika terus meningkat. Belum lagi di dalam negeri sendiri, apalagi kebutuhan hewan qurban yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. ‘’Karena itulah saya melihat usaha penggemukan domba ini sangat prospektif di tahun yang akan datang,’’katanya.
Memulai usaha penggemukan domba, pria yang rajin berkumpul pada pertemuan KTNA di Kabupaten Temanggung ini, banyak di suppot rekannya-rekannya yang terlebih dulu memiliki usaha penggemukan domba. Terutama mereka yang menggunakan teknologi EM4 Peternakan. ‘’Hampir disetiap kesempatan saya belajar dengan Pak Abi yang sudah terlebih dulu usaha penggemukan domba menggunakan teknologi EM4 Peternakan dan hasilnya sangat luas bisa,’’katanya.
Melihat keberhasilan usaha Abi inilah, Kadari memutuskan untuk mengembangkan usaha penggemukan domba dengan teknologi asal Jepang tersebut. ‘’Ada beberapa keuntungan yang sangat mencolok jika menggunakan EM4. Pertama, bisa memangkas biaya produksi. 1 ekor ternak hanya Rp. 1000 perhari atau 90.000 per 3 bulan (sampai dijual). Selama 3 bulan, berat ternak bertambah antara 15 – 20 kg. Kedua, dengan menggunakan EM4, ternak tidak mudah terserang penyakit.. Ketiga, sangat efektif untuk sanitasi sehingga tidak mengganggu lingkungan sekitar serta menghasilkan pupuk organik yang berkualitas,’’katanya.
Menurut Kadari, awalnya hanya memelihara 5 ekor domba, kemudian 30 ekor, 45 ekor dan terakhir saya memiliki 75 ekor, mau sedikit atau banyak sama saja, pokoknya dengan EM4 segalanya menjadi mudah.
Untuk tahun depan, Kadari sudah menargetkan memelihara ternak lebih banyak lagi, hingga mencapai 300 ekor lebih.’’Saya akan buktikan kepada warga desa dan juga se Kabupaten Temanggung, beternak domba bukan sesuatu yang sulit tetapi sesuatu yang menyenangkan serta memberikan keuntungan yang sangat luar biasa.’’katanya.
Masyarakat di desa ini, lanjut Kadari banyak yang beternak kambing dan domba dan mereka sepertinya kewalahan mengurusinya karena harus mencari pakan setiap hari dan biaya yang tinggi. ‘’Saya memiliki usaha ini masih bisa ‘kongko-kongko’, pokoknya tidak membutuhkan waktu banyak untuk mencari pakan dan biaya produksi sangat minim sehingga masih bisa mengerjakan pekerjaan lain seperti bercocok tanam dan lain sebagainya. Kuncinya itu cukup dengan menggunakan teknologi EM4,’’katanya.
Dengan keberhasilan usaha penggemukan domba dengan aplikasi EM4, usaha Kadari banyak dilirik masyarakat dan dinas-dinas peternakan Kabupaten Temanggung yang berminat menggunakan EM4 baik untuk pakan, minuman ternak, jamu ternak dan juga sanitasi. ‘’ Saya juga memberikan penyuluhan ke peternak lain, tentang bagaimana aplikasi EM4 serta kegunaannya. Dan Alhamdulillah, masyarakat menyambut baik usaha ini,”katanya bangga. (A)

Forum EM


EM Perikanan dan Tambak
Perbaiki Budidaya Tambak Udang


Budidaya tambak udang bukan sesuatu yang mudah. Salah urus, bisa-bisa udang yang dipelihara mati sebelum dipanen. Kini saatnya, petambak memperbaiki sistem budidaya udang dengan menggunakan teknologi EM Perikanan dan Tambak.

Dewasa ini semakin banyak ditemukan kegagalan-kegagalan panen dalam budidaya tambak udang akibat terganggunya ekosistem lingkungan air dan tanah dasar tambak akibat pembusukan sisa-sisa pakan, kotoran dan tubuh udang yang mati.
Pola aplikasi tambak dengan teknologi Effektif Microorganisme (EM4) pengolahan tambak, merupakan solusi memperbaiki sistem budidaya tambak, baik tambak dengan sistem tradisional, intensif maupun polikultur yang selama ini, tengah resah mencari jawaban problem yang dihadapinya. Persoalan yang dihadapi itu misalnya, pertumbuhan udang yang lambat, daya tahan yang lemah serta mudahnya terserang penyakit hingga mengalami kematian.
Teknologi EM pengolahan tambak adalah kultur campuran cair mikroorganisme terdiri dari lima kelompok mikroorganisme yaitu bakteri fotosintetik (Rhodopseudomonas sp), bakteri asam laktat (Lactobacillus Spp), Actinomycetes, Streptomyces sp, jamur fermentasi (Aspergillus, sp) dan ragi atau yeast (sacharomyces sp).
Mikroorganisme pada EM pengolahan tambak yang bisa diaplikasikan pada perikanan air tawar ini, berfungsi memfermentasi bahan organik menjadi senyawa – senyawa organik yang tidak beracun. Mengubah proses pembusukan bahan organik menjadi proses fermentasi.
H. Fathoni (65) asal Indramayu, adalah petambak yang tergabung dalam binaan PT. Pertamina Unit Pengolahan VI Balongan Indramayu ini, sangat welcome dalam penerapan teknologi EM4. Pasalnya, sudah berkali-kali budidaya tambaknya selalu gagal karena pertumbuhan udang sangat lambat, sering terserang penyakit dan sangat sulit meningkatkan produksi. Kondisi ini juga dialami oleh hampir seluruh petambak di kabupaten yang terkenal dengan buah mangga Indramayu tersebut.

Aplikasi EM Pengolahan Tambak
Untuk mengolah tambak dengan teknologi EM4, langkah pertama adalah pengeringan tambak agar tanah dasar tambak terjemur sinar matahari, pengeringan ini bertujuan agar hama seperti siput, tiram, srindit, dan bakteri penyebab penyakit mati, serta untuk memperbaiki reaksi bio-kimiawi tanah (Redoks) berlangsung dengan baik.
Kemudian, pengangkatan tanah dasar dan perbaikan bangunan tambak bertujuan agar tanah dasar yang penuh dengan sisa bahan organik diangkat dan ditaruh diatas pematang dan perbaikan bangunan tambak. Selanjutnya areal tambak dijemur 2 – 3 hari, kemudian di cek pH tanah dasar untuk menentukan dosis pengapuran. Selanjutnya dilakukan penyuburan lahan tambak, untuk meningkatkan jumlah pakan alami, pemupukan ini dilakukan dengan mempergunakan pupuk organik (bokashi).
Perlakukan saat pemeliharaan (pengolahan air), EM sangat diperlukan. Begitu juga saat pergantian air, perlakukan saat pemberian pakan (disemprotkan ke dalam pakan).


Dari hasil penelitian yang dilakukan tim Ahli PT. Songgolangit pada lahan tambak milik H. Fathoni, dapat diketahui EM4 dapat mengatasi pencemaran air akibat akumulasi limbah organik.
Dalam budidaya organik, pemberantasan hama dan penyakit dilakukan dengan pestisida alami, seperti saponin yang berasal dari bungkil teh. Umumnya kandungan saponin dalam bungkil teh di Indonesia berkisar antara 10 – 15%, saponin inilah yang digunakan sebagai racun dan dosis penggunaannya antara 150 - 200 kg per ha. Penggunaan saponin ini akan efektif pada siang hari sekitar pukul 12.00 – 14.00, daya racunnya akan meningkat dengan naiknya salinitas
Keuntungan lain menggunakan teknologi EM4, dapat meningkatkan daya tahan, memfermentasikan sisa pakan, kotoran dan cangkang yang terdapat di dasar tambak, juga mengurai gas amoniak, methan dan hidrogen sulfida yang dapat mengganggu kehidupan udang.
EM4 juga mampu meningkatkan oksigen terlarut (DO) sehingga air menjadi bersih dan tidak perlu penggantian air berulang-ulang karena kualitas air tetap terjaga serta aman bagi lingkungan.
Untuk mendongkrak hasil produksi, syaratnya air dalam tambak harus terhindar dari pencemaran bahan kimia. Sementara mengatasi pencemaran air sendiri kuncinya hanya dengan teknologi EM pengolahan tambak. Kenapa? Karena EM berperan sebagai stabilisator lingkungan tanah dasar tambak yang berlangsung secara alami akibat proses fermentasi. Untuk itu, teknologi EM sangat tepat diterapkan untuk menanggulangi masalah tersebut. (A)

Forum Utama




Biasakah Produksi Tambak Udang Meningkat?

Indonesia memiliki potensi pasar yang sangat luar biasa dalam ekspor tambak udang ke Jepang, Eropa dan Amerika. Namun sayangnya, beberapa petambak merasa takut karena resiko kegagalan selalu membayangi. Di sisilain, sebagian petambak, mulai enjoy menikmati hasil tambak yang berlimpah.

Arief Haryono, salah satu petambak yang masih bertahan di Desa Tegal Cangkring, Jimbrana, Kabupaten Negara, Bali. Ia terkenal petambak yang ulet pantang menyerah. Bahkan ia rela harus tidur di areal tambaknya untuk memanen tambak udang. yang baru berumur 101 hari, rata-rata size 45 tiap kilogramnya.
Memang secara keseluruhan usaha budidaya tambak terutama di kawasan pulau dewata, boleh dibilang mulai bergairah setelah sekian lama mati suri akibat terserang penyakit akibat penggunaan anti biotik yang berlebihan. Tak hanya di Bali, kondisi ini juga terjadi di seluruh wilayah Indonesia terutama di pulau Jawa..
Padahal, produksi udang sempat menjadi primadona pada tahun 1980-an khususnya dari spesies udang windu (Penaeus monodon ) yang terus menurun hingga tahun 1990-an. Jenis udang windu mulai jarang dibudidaya oleh petambak sekarang ini. Mereka beranggapan sangat beresiko mengalami kematian pada usia yang masih muda, terserang penyakit white spot, bintik putih dan virus lainnya.
Kemudian petambak lebih suka membudidaya udang jenis vannamei (Penaeus vannamei) atau lebih dikenal dengan udang putih karena dianggap lebih tahan penyakit, sesuai program Departemen Kelautan dan Perikanan sebagai bagian revitalisasi sektor perikanan. Namun kenyataannya di lapangan, vannamei pun tak luput dari masalah sama yakni mulai dihinggapi penyakit.
Penyakit yang selalu menghinggapi udang itu menurut Dr. Sukenda, ahli mikrobiologi dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (FKIP IPB) disebabkan penurunan kualitas air dan kerusakan sedimen. Penurunan kualitas air dan kerusakan sedimen itu terjadi akibat tingginya kandungan bahan nitrogen anorganik, senyawa organik karbon, dan sulfida.
Pemakaian antibiotik yang berlebihan inilah, penyebab bakteri pathogen menjadi kebal. Bukannya memberantas patogen malah meningkatkan resistensi dari patogen hingga solusi pengobatan apapun menjadi tidak efektif.
Penumpukan senyawa kimia itu berasal dari sisa pakan, kotoran udang, serta pemupukan jangka panjang. Kondisi itu mempengaruhi kandungan senyawa amoniak, nitrit, nitrat, hidrogen sulfida, dan senyawa karbon yang bersifat toksik pada sistem tambak udang.
Petambak pun akhirnya perlahan mulai meninggalkan budidya udang ini, karena kurang menguntungkan. Bahkan tidak sedikit yang mengalami kebangkrutan. Ini akibat petani tambak yang terlalu mengejar hasil berlimpah tetapi malah sebaliknya.

Bioteknologi Diperlukan
Karena penumpukan bahan berbahaya, dibutuhkan bioteknologi untuk mengubah tumpukan bahan organik tersebut. ‘’Nah, di sinilah probiotik berperan.,” jelas praktisi pertambakan yang tergabung dalam Asosiali Produsen Organik Indonesia (APOI). Ir. Tri Haryadi.
Menurut Tri, penggunaan probiotik di tambak sangat bergantung pada tujuannya. Jika ingin memperbaiki dasar tambak, dipilih probiotik berisi bakteri yang mampu mereduksi H2S, amoniak, dan nitrifikasi bakteri, terkait dengan fungsinya sebagai pengurai. Sedangkan petambak yang ingin menekan pertumbuhan bakteri phatogen misalnya, menggunakan probiotik yang bersifat biokontrol.
Sekarang ini kata Tri, banyak petambak mulai mengembangkan sistem budidaya polikultur organik yakni suatu sistem budidaya yang mengandalkan bahan alami dalam siklus budidayanya. Jadi dalam satu lahan tambak ada tiga komoditi yakni rumput laut (gracilaria), udang dan bandeng.
Cara ini membina hubungan yang saling menguntungkan (simbiosis mutualisme) sehingga tidak lagi diperlukan faktor luar seperti pemberian pakan pabrikan maupun pestisida yang dapat membahayakan lingkungan.
Rumput laut penyuplai oksigen untuk perairan sehingga jumlah oksigen terlarut dapat terjaga dan terjamin. Selain sebagai tempat sembunyi bagi udang dan bandeng serta tempat berkumpulnya plankton, rumput laut ini memainkan peran sebagai biofilter pada perairan tambak.
Di dalam budidaya perikanan organik, penambahan obat-obatan, pestisida kimia, pakan pabrikan harus diminimalkan, tujuannya tidak lain agar produk yang dihasilkan bebas dari residu bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Penggunaan teknik alami dan ramah lingkungan diprioritaskan, mulai dari pemberian pakan, penanganan dan pengamanan lokasi budidaya sampai dengan pencegahan dan pengendalian hama dan penyakit.’’Dan peran probiotik dapat mengurangi pemakaian bahan kimia dan antibiotik,’’katanya.
Budidaya perikanan organik sudah banyak dilakukan petambak di Indonesia. Di kawasan Sumatera tepatnya di Desa Selotong, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, sudah menerapkan sistem budidaya ini dan hasilnya sangat menggembirakan.
Begitu juga di Desa Rengasdengklok Utara, Kec. Rengasdengklok, Kab. Karawang, Jabar, disponsori petambak H. Endi Muchtarudin, yang berhasil memanen udang windu sebanyak 22 ton dari 11 petak tambak miliknya. Keberhasilan lulusan Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta ini, tak lepas dari bioteknologi yang diterapkannya, yakni pengelolaan air sistem tertutup (closed system) dan penggunaan probiotik tambak dengan sistem polikultur organik.(A)

Minggu, 14 Desember 2008

Salam Redaksi


Bioteknologi Tambak Udang

Sebenarnya Indonesia bisa kembali bersaing dengan Negara Vietnam, Thailand dan Cina dalam pencapaian target ekspor udang ke Jepang, Uni Eropa, Amerika Serikat dan negara tujuan ekspor udang lainnya, asalkan industri perikanan nasional berkomitmen, menghasilkan produk perikanan yang bebas antibiotik seiring dikeluarkannya persyaratan atau standar mutu oleh badan dunia agar produk perudangan Indonesia tidak mengandung antibiotik lebih dari 1 part per billion (ppb) atau 1 miligram per ton antibiotik.
Di kalangan petambak udang, antibiotik digunakan untuk menyehatkan udang. Biasanya, jika udang sudah terlihat tidak sehat, benih langsung diberikan antibiotik dan udang pun menjadi sehat kembali.
Lalu kenapa antibiotik untuk udang dianggap sangat berbahaya bagi kesehatan manusia? Karena badan dunia menganggap, residu antibiotik pada udang bisa menimbulkan penyakit anemia. Dan jika berkadar tinggi bisa menyerang sel darah merah dan darah putih pada tubuh manusia.
Penggunaan antibiotik seperti nitrofurans juga mengakibatkan kanker dan cacat janin. Sedangkan chloramhenicol dapat menghambat sintesis protein pada bakteri. Bakteri relatif mudah menjadi resisten terhadap antibiotik, mencemari lingkungan, menekan daya tahan, dan pertumbuhan tambak udang. Selain itu, antibiotik juga mengandung residu dan tidak efektif untuk virus.
Karena itu, penggunaan antibiotik secara berlebihan dan serampangan pada budidaya udang harus dihentikan. Selain mengganggu kesehatan manusia, perudangan Indonesia terancam embargo dari negara-negara yang selama ini mengkonsumsi udang dari tanah air.
Jika tidak ingin kehilangan potensi pasar ekspor udang dunia, sudah seharusnya industri perikanan nasional berbenah diri untuk tidak mengecewakan negara importir yang sudah sekian lama mempercayai Indonesia sebagai produsen udang dunia.. Dan kini sudah saatnya, Indonesia mengembangkan bioteknologi untuk budidaya udang dan perikanan lainnya guna menekan pemanfaatan antibiotik untuk pemeliharaan kesehatan bagi satwa perairan tersebut.
Pengembangan teknologi tersebut antara lain dilakukan dengan menumbuh suburkan bakteri yang dapat memfermentasi atau mengurai aneka jenis kotoran yang menjadi sumber penyakit bagi tambak udang. Penghapusan penggunaan antibiotik tersebut selain dilakukan melalui penerapan bioteknologi, juga beberapa cara lain seperti peningkatan mutu air dan lingkungan tempat dilakukannya budidaya.
Tentunya, tak hanya menjadi tugas pemerintah atau Asosiasi Pembenihan Udang Indonesia (APUI), Asosiasi Perusahaan Pakan Udang Indonesia (APPUI), Shrimp Club Indonesia (SCI), Himpunan Penangkapan Udang Indonesia (HPPI), dan Asosiasi Pengusaha Cold Storage Indonesia (APCI), tetapi menjadi tugas bersama termasuk petambak di daerah masing-masing yang tersebar di seluruh Indonesia.
Perlu diketahui, udang merupakan salah satu komoditas ekspor cukup besar bagi Indonesia. Untuk itu, diperlukan penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan dalam pembudidayaan udang tersebut.

sumber : http://emforum-indonesia.blogspot.com/

Sunday, July 18, 2010

Aplikasi EM Pada Peternakan

Beberapa Cara Aplikasi EM-4 Peternakan antara lain :

1.Air Minum
Campuran EM dengan konsentrasi ½ - 1% dalam air minum ternak, diberikan setiap hari. Hindari penggunaan antibiotika melalui minum agar EM tidak mati. Bersihkan bak air minum dan tempat minum ternak setiap hari. Pathogen dalam saluran pencernaan dan ada pada tempat minum akan tertekan, ternak menjadi lebih sehat.

2.Pakan
Semprotkan EM pada pakan yang segera akan diberikan, EM akan meresap dalam pakan dan masuk kesaluran pencernaan makanan bersama makanan.

3.Sanitasi Kandang
Semprot kandang, kotoran termasuk hewan ternak piaraan. Untuk menanggulangi bau busuk, menekan berbagai pathogen yang ada pada bulu dan kulit ternak, bulu atau kulit ternak akan lebih cerah dan bersih

4.Jamu Ternak
EM dapat dipergunakan untuk membuat jamu ternak. Pada ternak ayam dan bebek jamu dapat diberikan setiap hari dengan konsesntrasi 1 %, bila telah menggunakan jamu ternak pemberian EM pada air minum tidak diperlukan lagi, peternak ayam dan bebek membuat jamu sendiri dengan ramuan tradisional yang terdiri dari jahe, kencur, kunir, laos, bawang putih dan daun sirih.
Bahan-bahan ini dirajang halus direndam/fermentasi dengan EM dan molase. Setelah seminggu jamu sudah siap dipakai. Bila diperhatikan dengan jamu ternak dari EM, kuning telur lebih tebal, bau amis berkurang sehingga sangat baik digunakan untuk telur asin. Orang - orang yang biasanya alergi telur, dengan telur EM tidak alergi lagi.

5.Silase
Sapi, kerbau kambing telah biasa diberikan silase larutan pada musim kemarau saat rumput juga sulit didapat. Em dapat digunakan sebagai probiotik pembuatan silase, rumput kering, jerami, pohon jagung kering dan lain-lain dapat diolah menjadi pakan ternak dengan dipotong kecil-kecil terlebih dahulu, potongan rumput kering ini ditaruh dalam bak drum atau tempat lain, ditaburi dedak halus dan disiram dengan EM sampai lembab dan dipadatkan. Pembuatan silase dilakukan secara berlapis lapis, dengan cara seperti diatas. Adonan ini kemudian ditutup rapat agar suasananya anaerob, setelah 5 hari adonan sudah berbau tape dan siap diberikan pada ternak. Karena proses fermentasi, kandungan gizi silase lebih tinggi dari asalnya dan dapat disimpan lebih lama untuk memenuhi kebutuhan pakan pada saat musim kemarau.

6.Pakan daur ulang
Pakan daur ulang dapat dilakukan pada peternakan ayam petelur, cara ini sangat membantu peternak pada saat harga telur menurun dan harga pakan naik. Pembuatanya cukup sederhana. Kotoran ayam dijemur kering, digiling dan dicampur dengan dedak, disiram dengan EM dan molase lalu difermentasikan dalam keadaan anaerob. Fermentasi hanya diperlukan 24 jam dan pakan daur ulang ini dicampur dengan konsentrat lagi pada saat pemberian. Biaya dapat ditekan sampai dengan 28 % dengan kesehatan dan produktifitas seperti semula.


Aplikasi EM Pada Pertanian

Aplikasi teknologi EM bidang pertanian dapat dilakukan dalam bentuk :
  1. Bokashi Padat
  2. Bokashi Cair
  3. EM Aktif
  4. Fermentasi Ektrak Tanaman
  5. Fermentasi Sari Buah
  6. Fermentasi Kaldu Ikan
  7. EM-5

1.BokashiPadat
Merupakan pupuk organic yang dibuat dari kotoran hewan, sampah, organic, jerami, sekam, serbuk kayu, serasah dan lain – lain, dicampur ( dedak, disiram, dengan EM dan Molase, selanjutnya difermentasi. Setelah difermentasi 1-2 minggu campuran bahan organic telah menjadi pupuk siap pakai, ditandai dengan adanya bau tape serta miselium putih dari cendawan mukor. Penggunaannya dibenamkan kedalam tanah disekitar daerah perakaran tanaman. Pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman akan lebih baik lagi bila disertai siraman EM-aktif setiap 1 – 2 minggu sekali.

2.BokashiCair
Dibuat dari kencing hewan ( sapi, babi, kelinci ) diberi/dicampu dengan EM dan molase difermentasi selama kurang lebih seminggu. Cara penggunaanya dicampur dengan air disiramkan ke tanah disekitar daerah perakaran. Sangat baik disiramkan diatas taburan bokashi. Enggunaan secara rutin selain memperbaiki fisik dan kimia tanah, dapat menekan berbagai pathogen secara efektif.

3.FermentasiEktrakTanaman
Formula ini lebih dikenal dengan nama fermented plant ekstrak (FPE) FPE dapat dibuat dari campuran berbagai tanaman rempah dan obat, tanaman yang berbau khas diambil daunnya saja, batang, kulit akar maupun buah. Bagian-bagian tanaman ini diektrak dan difermentasi dengan EM dan molase selama seminggu.

4.EMAktif
Dibuat dari EM asli dan molase yang dicampur dengan air sampai mencapai 20 kali kemudian difermentasi selama seminggu. Dalam pemanfaatannya diencerkan lagi dengan air sampai mencapai konsentrasi 1-2 permil disemprotkan pada daun tanaman atau disiramkan kedalam tanah. FPE dapat dipergunakan sebagai pengganti pestisida maupun fungisida, disemprotkan pada daun diatas tanah. Setiap hama biasanya peka terhadap ramuan tertentu. Meramu FPE merupakana seni tersendiri.. Banyak petani membuat ramuan sendiri untuk memberantas hamanya, tetapi Pak Oles telah membuat ramuan siap pakai yang diberi nama SAFERTO-5 ( Sari Fermentasi Tanaman Obat ) FPE disemprotkan pada tanaman secara berkesinambungan setiap 2 minggu. Karena pengaruh antioksidan dan bau yang khas, hama tidak kerasan dan pergi meninggalkan tanaman dengan tidak akan ada eksplosi dari hama.

5.Fermentasi Sari buah
Pada musim buah-buahan yang terbuang Buah-buah yang telah masak ini banyak mengandung nutrisi. Buah ini dapat diolah menjadi pupuk cair disemprotkan pada daun setelah buah-buahan diekstrak dan difermentasi dengan EM dan Molase. Produksi yang serupa namun bahannya dari rumput laut, telah dibuat oleh pak Oles dengan merek dagang SARULA-3. Penyemprotan tanaman secara rutin dengan formula ini dapat memacu pertumbuhan tanaman, merangsang pembentukan bunga dan buah.

6.Fermentasi Kaldu Ikan
Seperti halnya sari buah, kaldu ikan juga kaya akan nutrisi, kaldu ikan dapat dibuat menjadi pupuk cair disiramkan kedalam tanah untuk memperbaiki fisik, kimia, dan biologi tanah. Dalam pembuatannya ikan dipotong kecil-kecil direbus dan setelah kaldunya dingin difermentasi dengan air dan molase. Fermentasinya lebih lama sekitar 1 bulan. Fermented Fish Emulsion ini siap pakai bila telah tercium bau alcohol. Bila busuk berarti pembuatannya gagal karena terkontaminasi pathogen.

7.EM-5
EM-5 adalah campuran dari arak, cuka EM-4 molase dan air. Cara pembuatan dan pengemasannya dengan FPE. EM-5 ini adalah pestisidaorganik dengan teknologi EM untuk memberantas hama khusus untuk EM-5 dapat disimpan sampai 3 bulan asalkan tidak terkontaminasi pathogen.

Berdasarkan jenis tanaman yang diusahakan serta type tanah, aplikasikan teknologi EM dibidang pertanian dibedakan dalam 3 cara :

  1. Aplikasi EM dilahan basah untuk tanaman padi sawah
  2. Aplikasi EM dilahan kering untuk tanaman palawija, sayuran dan tanaman semusim
  3. Aplikasi EM dilahan kering untuk tanaman tahunan seperti buah-buahan, cengkeh, kopi, kakau dan lain-lain.

Aplikasi Teknologi EM untuk Tanaman Padi Sawah

Masalah yang sering dialami oleh para petani padi sawah saat ini antara lain :

  • Sering terjadi kelangkaan pupuk, dilain pihak pihak jadwal waktu pemupukan harus tepat.
  • Biaya produksi selalu mengalami peningkatan disebabkan karena jumlah dan jenis sarana produksi yang dipergunakan terus meningkat.
  • Meskipun penggunaan sarana produksi meningkat tidak diikuti oleh peningkatan produktifitas; produktivitas lahan sawah cenderung mengalami penurunan
  • Air irigasi semakin terbatas dimusim kemarau dan kebanjiran dimusim hujan, resiko kegagalan panen oleh iklim dan hama semakin besar.

Secara bertahap namun pasti teknologi EM mampu menjawab masalah dan tantangan tersebut diatas. Teknologi EM adalah teknologi biaya rendah karena menggunakan limbah daur ulang dari sisa-sisa pertanian itu sendiri. Teknologi EM mudah dilaksanakan, mudah diajarkan kepada para petani, tidak membahayakan bagi petani maupun konsumen. Produktivitasnya berkelanjutan (tidak mengalami penurunan) dan akrab lingkungan. Berkualitas tinggi tidak tercemar kimia dan memerlukan air irigasi relative lebih sedikit dibanding dengan teknologi konvensional. Semakin lama sumberdaya alam terutama tanah, air dan udara semakin kecil mengakibatkan derajat kesehatan umat manusia akan semakin membaik.

Langkah-langkah penerapan teknologi EM untuk padi sawah adalah sebagai berikut :

1.PersiapanLahan
Sehabis panen, jerami jangan dibakar tapi dibabat rata diatas tanah, hamparkan dipermukaan tanah, serasah, rerumputan dan kotoran hewan juga disebar secara merata, taburkan juga bokashi 2 ton per hektar, genangi dengan air yang diberi EM aktif sekurang-kurangnya 100 liter em aktif per hektar. Genangan ini dibiarkan sekitar 3-4 minggu.

2.Pengairan
Setiap 2 minggu tanaman perlu disemprot dengan em aktif atau FPE dengan konsentrasi 1 (satu) permil, sampai tanaman padi dipanen. Pada saat awal masih diperlukan pupuk urea dengan dosis 50% dari dosis anjuran mengingat lahan sawah sekarang sudah sangat miskin dengan unsur “N”. Apabila dicermati akan ditemukan hal-hal sebagai berikut :

  • Umur padi lebih panjang dari sebelumnya.
  • Pada saat panen daun bendera sebagian masih hijau.
  • Tanaman lebih tinggi dan jumlah anakan lebih banyak.
  • Prosentasi biji hampa menurun, berat gabah seragam dan lebih berat dari sebelumnya.
  • Semakin lama solum tanah semakin dalam, biota tanah seperti cacing, belut dan larva capung nampak lebih menonjol.
  • Produktivitas meningkat. Petani lebih bergairah.

Aplikasi EM di Lahan Kering Tanaman Semusim

Tanaman semusim dalam uraian ini meliputi tanaman palawija seperti jagung, kacang tanah, kedelai tanaman sayur-sayuran, cabai tomat. Teknologi EM terhadap tanaman ini dapat dilaksanakan dalam minimum tillage malah tanpa pengolahan tnah sama sekali ( zero tillage). Yang lebih menarik lagi ialah bahwa dengan teknologi EM dapat dilaksanakan cara bercocok tanam yang disebut continuous cropping yaitu cara bercocok tanam tanpa pergiliran tanaman tanpa ke khawatiran adanya serangan hama dan penyakit tanaman. Tentu hal tersebut baru akan berhasil baik setelah beberapa generasi. Teknologi EM yang memanfaatkan tenaga alam (power nature) melalui proses fermentasi bahan organic oleh mikroorganisme yang berguna akan dapat merubah kondisi biologis tanah dari tanah yang berpenyakit ( soil borne disease) menjadi tanah yang menekan penyakit ( disease suppreasive soil ). Tanah zymogenic dan tanah sintetik itu tanaman akan dapat berporoduksi secara normal sebab bahan organic dalam tanah akan difermentasi bukan diurai dan menghasilkan alcohol, gula, asam amino dan asam organic lainnya, senyawa ini berbeda dengan teori lama yang mengatakan bahwa akar tanaman hanya menyerap unsure anorganik dari penguraian bahan organic.

Oleh sebab itu bercocok tanam dengan teknologi EM dapat diselenggarakan dengan mudah, murah, ramah lingkungan serta hanya dengan waktu 1 – 2 minggu dapat dihasilkan bokashi siap pakai. Untuk maksud tersebut langkah yang diperlukan adalah :

Penyiapan lahan :

  • Untuk pertama kali tanah perlu dicangkul atau dibajak dan dilanjutkan dengan membuat bedengan dengan ukuran yang sesuai dengan jenis tanaman yang akan ditanam. Siapkan bokashi kurang lebih 2 ton dan kompos 20 ton / ha.
  • Taburkan kompos dan bokashi diats bedengan, campurkan tanah dengan kompos dan bokashi.
  • Tutup bedebfab dengan mulsa tebal minimal 5 cm
  • Siram dengan EM aktif dengan konsentrasi 1 / mil sekurang-kurangnya 1 liter perm m2

Persiapan bibit :

  • Tanah untuk persemaian dicampur dengan bokashi arang sekam diolah sebagai mana mestinya, disiram dengan larutan EM aktif dengan kosentrasi 1 %.
  • Biji sebelum disebar direndam dengan larutan EM aktif dengan konsentrasi satu per seribu (1%) biji kecil seperti wortel dan selama 20 – 30 menit, biji mentimun 30 – 60 menit dan biji besar ( jagung kacang tanah dll ) selama 2-3 jam.
  • Selama dipembibitan ( persemaian ) bibit disemprot dengan EM aktif atau FPE setiap minggu.
  • Menjelang ditanam bibit dicelupkan kedalam larutan EM aktif dengan konsentrasi 1%.
  • Penanaman dan pemeliharaan
  • Taburkan bokashi 100 gram per m2 dilanjutkan dengan penanaman bibit.
  • Siram dengan EM aktif 1-2 permil sebanyak 1 liter/m2
  • Semprot dengan FPE 1 – 2 per mil setiap 1- 2 minggu, siram dengan EM aktif setiap 1 – 2 minggu sekali.
  • Tanaman mati dan tanaman tua dicabut diganti atau disulam dengan bibit besar, gulma dicabut langsung dipakai mulsa pertahankan kelembababan dengan cara mulsa setiap 3-4 bulan dengan cara ini tidak diperlukan pengolahan tanah dan dapat dilaksanakan pola pertanaman berkelanjutan baik dengan pola tanaman khusus maupun tanaman campuran.

Aplikasi Untuk Tanaman Keras

Tanaman keras yang dimaksud adalah tanaman tahunan meliputi kopi, cengkeh, kakau, kelapa, tanaman buah-buahan, tanaman kayu seperti jati, sengon, gaharu, cendana dan lain-lain. Aplikasi EM pada budidaya tanaman tersebut dapat dilakukan dengan mudah oleh petani tanpa merubah kebiasaan dari petani yang bersangkutan. Aktivitas yang dilakukan antara lain :

1. Pemupukan

  • Pupuk dapat diberikan dalam bentuk bokashi yang telah jadi maupun dalam bentuk kompos.
  • Pemberian pupuk dalam bentuk Bokashi dapat dibenamkan dalam lubang – lubang disekitar daerah perakaran atau dibenmkan dalam lubang melingkar sejauh tajuk atau daun.
  • Pada lahan miring untuk tanaman kopi cengkeh dan lain – lain, biasanya petani membuat rorak-rorak untuk mengurangi run off pada rorak ini dimasukan sampah serasah dedaunan bahkan pupuk kandang.
  • Pada cara yang kedua, petani tinggal menyuiramkan EM aktif dengan konsentrasi 2/mil setiap minggu. Bila petani sempat menyiapkan bokashi lakukanlah seperti cara pertama, lakukan pemupukan 2 kali dalam setahun dosis sekurang-kurangnya 2 ton per hektar setiap kalinya.
  • Baik cara pertama maupun cara yang kedua perlu diimbangi penyiraman dengan EM aktif atau penyiraman dengan fermentasi kaldu ikan setiap dua minggu sekali.
  • Hal ini diperlukan agar keragaman microorganisme dalam tanah dapat terjaga demikian pula kelembabanya sehingga mikroorganimse yang berguna dapat berbiak secara optimal.
  • Menjaga agar tanah selalu lembab adalah salah satu kunci keberhasilan dalam teknologi EM, Hal ini dapat dicapai dengan cara memberikan mulsa dengan ketebalan 30 cm.

2. Penyemprotan tanaman dengan EM aktif, FPE atau fermentasi sari buah

Penyemprotan tanaman dengan ketiga jenis formula tersebut dapat dilakukan secara bergiliran. Hal ini dimaksudkan untuk menekan pertumbuhan pathogen serta memaksimalkan pertumbuhan daun, kuncup, bunga karena formula-formula tersebut dapat menampung pertumbuhan tanaman, mempercepat masaknya buah, mengurangi buah busuk, meningkatkan aktivitas asimilasi dan lain – lain.

3. Penanggulangan Penyakit Pada Batang

Banyak penyakit yang menyerang batang apabila dibiarkan dapat berakibat fatal. Untuk mengatasinya, celupkan kain roll kedalam EM aktif atau FPE atau EM-5 dengan kosentrasi 2 % balutkan pada batang, bila telah kering ulangi dengan prosedur yang sama.

Aplikasi EM Pada Perikanan

1. EM Aktif

Dibuat dari EM-4 Perikanan dan molase yang dicampur dengan air sampai mencapai 20 kali kemudian difermentasi selama seminggu. Dalam pemanfaatannya dituangkan langsung ke tambak dengan dosis 1.500 liter / Ha. Dengan frekuensi pemberian 3 – 7 hari sekali sampai panen.

2.EM-5.
EM-5 adalah campuran dari arak, cuka EM-4 molase dan air. Cara pembuatan dan pengemasannya dengan FPE. EM-5 ini adalah pestisidaorganik dengan teknologi EM untuk memberantas hama khusus untuk EM-5 dapat disimpan sampai 3 bulan asalkan tidak terkontaminasi pathogen

3. Ekstrak bawang putih dengan EM-5
Campurkan 1 Kg. bawang putih yang telah diblender dengan 1 liter EM-5 dan tambahkan 8 liter air kemudian aduk secara merata dan gunakan setelah disimpan selama 24 jam. Gunakan pada pemberian pakan pertama dengan dosis 1 L/ 10 Kg.

4. Ekstrak pisang dengan EM-Aktif
Campurkan 10 Kg. pisang yang telah diblender dengan 20 liter EM-Aktif dan aduk secara merata dan simpanlah selama 24 jam sebelum digunakan.
Gunakan pada pemberian pakan kedua, ketiga dan seterusnya. Dengan dosis 1 liter / 10 Kg. pakan.

Aplikasi Untuk Pengolahan Tanah Dasar Tambak

  • Setelah tanah dikeringkan dan dicangkul atau dibajak, rendam dengan air sedalam 20 cm kemudian disiram dengan EM4 sebanyak 6 liter / ha. Biarkan selama 4 – 7 hari dan keringkan kembali selama 4 hari.
  • Tanah dikapur sebanyak 300 Kg / ha dan pupuk dengan EM-Bokashi 1-5 ton/ha
  • Diisi air dengan ketinggian 20 cm lalu siram dengan EM4 sebanyak 6 leter / ha, biarkan selama 1 minggu.
  • Tambahkan air hingga mencapai ketinggian 60-80 cm, lalu siramkan EM4 6- 8 liter/ha. Biarkan selama 1 minggu hingga menjelang benur ditebar.

Pada Masa Pemeliharaan

Setelah benur berumur 1 bulan, siramkan EM4 sebanyak 1-3 ppm/minggu/ha atau pada saat penggantian air sesuai dengan kondisi air.

NB. 1 ppm = 1 : 1.000.000 ( bila ketinggian air 60 cm, maka diperlukan EM4 sebanyak 6 liter/ha)

Aplikasi EM Pada Lingkungan

Pengolahan Limbah Organik Cair

Pengolahan limbah dengan teknologi EM merupakan cara pengolahan limbah secara biologis, yaitu melalui proses fermentasi. Fermentasi tersebut dimaksudkan untuk memberikan kesempatan mikroorganisme efektif untuk aktif dan berkembangbiak lebih banyak sehingga dapat bekerja dengan efisien dan optimal sebelum dituangkan ke IPAL.

Campurkan EM-4 + Molase + air bersih (1 : 1 : 18) secara merata kemudian fermentasi selama 5-7 hari, lalu tuangkan pada limbah secara kontinyu sesuai dengan debit air limbah masuk (inlet), kemudian diberikan perlakuan mekanis dengan aerator/blower sederhana. Untuk memperoleh hasil yang bagus, penambahan larutan EM-4 dapat dilakukan setiap hari.

Pengolahan Limbah (Sampah) Organik Padat

EM Bokashi Padat
Cara Pembuatan Bokashi Padat Sampah : Campurkan sampah organik dan bahan organik lainnya secara merata, kemudian tuang larutan EM-4 berangsur dan merata.
Kandungan air semestinya berkisar antara 30–40 % dan suhu dipertahankan < 50°C. Selanjutnya fermentasi sekitar 5–7 hari dalam keadaan tertutup. Lakukan pengadukan/pembalikan apabila suhu > 50°C. Pupuk sudah matang dan siap digunakan bila memberikan bau khas yang sedap dan ditumbuhi jamur putih. Bila berbau busuk, maka pembuatan bokashi tidak berhasil atau gagal.

EMBokashiCair
Cara Pembuatan Bokashi Cair : Campurkan 1 liter EM4 + 1 liter Molase + 100 liter air + bahan organik lainnya secara merata kemudian fermentasi selama 5-7 hari. Lakukan pengadukan setiap hari sampai kandungan gasnya habis. Selanjutnya campurkan 1 liter EM bokashi cair dengan 10 liter air dan disiramkan pada tanaman, tanah atau bahan organik. Lakukan secara teratur 1–2 minggu sekali.

Dari kemampuan yang dimiliki oleh EM maka teknologi EM dapat diterapkan dalam berbagai kegiatan dibidang lingkungan seperti :

1. Pengolahan Limbah Rumah Tangga

  • Siramkan larutan EM Aktif dengan konsentrasi 1-10 cc per liter pada got, closet, tempat cuci piring, dll. Untuk mengurangi bau yang kurang sedap, lakukan setiap saat (sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu).
  • Kumpulkan limbah dapur dalam ember yang berisi saringan dibawahnya, taburi dengan bokashi setiap hari sampai ember tersebut penuh. Limbah padat setelah seminggu akan menjadi bokashi siap pakai dan air leached diencerkan lagi untuk menyiram tanaman di pekarangan.

2. Pengolahan Limbah Padat Pada ternak

  • Kumpulkan limbah ternak (kotoran dan sisa pakan ternak), siramkan larutan EM Aktif dengan konsentrasi 1-10% sebanyak 1 liter per m3. Bau busuk limbah akan tertekan dan setelah satu minggu limbah tersebut dapat dipergunakan untuk memupuk tanaman.

3. Pengolahan Limbah Cair.

  • Limbah cair dari kencing ternak ditampung, dicampur dengan EM dan molase diencerkan dengan air 20 kali difermentasi selama seminggu. Limbah cair ini akan menjadi bokashi cair, untuk menyiram tanaman setelah diencerkan 500-1000 kali dari volume semula.

4. Penyiraman di TPA

  • Siramkan EM Aktif dengan konsentrasi 1-2 per seribu (1-2 liter per m3 air) pagi dan sore hari. Bau busuk berangsur-angsur berkurang, populasi lalat, kecoa dan serangga lainnya juga akan menurun.

5. Memperbaiki Kualitas Air Sungai, Danau, Pantai, dll.

  • Siramkan EM Aktif secara berkesinambungan
  • Lemparkan Bokashi Dango (Bokashi tanah liat) kedalam sungai, danau, pantai.

Manfaatnya :

  • Air sungai menjadi jernih, Lumpur tergerus dan bau busuk berkurang.

Air laut jernih, biota laut (Phyto dan Zoo Plangton tambah baik, kerang-kerangan, ikan berkembang dengan baik.


Friday, July 16, 2010

Distribusi EM dengan Menggunakan Sistem Irigasi ( Open Fermenter )

Di Pakistan telah diterapkan cara yang tepat untuk mengaplikasikan Effective Microorganisms ( EM ) ke lahan pertanian dengan mendistribusikan EM melalui jaringan irigasi.. Dan sudah terbukti berhasil. Teknik ini disebut dengan Open Fermenter.

Open Fermenter adalah sebuah tempat penampung atau tangki yang terbuat dari beton yang dibuat dengan posisi berada di dekat jalan masuk air ke lahan. Ukuran tangki untuk kebutuhan 5 hektar adalah
sebagai berikut : Dalam 1.5 m ; lebar 3.0 m dan panjang 6 m ( panjang ini berdasarkan penggunaan 1.2 meter per hektar )

Jika saluran air / kanal berada dalam posisi satu jurusan dengan fermenter, maka cukup dibuat satu fermenter saja. Tapi dalam kasus lain bisa juga dibuatkan 1 fermenter untuk 1 hektar lahan.

Dalam pembuatan fermenter dibuatkan 2 pintu air, pintu masuk dan keluar. Dasar pintu 25 cm diatas dasar kanal, agar tersedia ruang untuk menahan bahan organik.

Isi fermenter dengan bahan pupuk kandang maupun dari pertanian atau limbah dari pabrik gula, biasa disebut blotong ( filter cake ), dengan kedalaman 1 meter. Dengan demikian, tersedia air diatasnya sedalam 50 cm. Kemudian isi fermenter dengan air dari kanal. Tambahkan larutan EM 60 liter dan pastikan tercampur merata. Setelah 5-7 hari larutan dalm fermenter sudah bisa digunakan dengan cara mengalirkan bersama-sama dengan air irigasi. Pintu di desain sedemikian rupa sehingga memungkinkan mengalirkan air 80-90 % air dari kanal bersamaan dengan 10-20 % larutan dari fermenter.

Bahan organik di dalam fermenter bercampur secara teratur selama jalannya irigasi. Air yang keluar dari fermenter berwarna kehitaman dan mengandung unsur – unsur seperti asam amino, polisakarida, asam organik, antioksidan dan unsur hara lainnya.

Pertanian Ideal

Kyusei Nature Farming adalah tempat pelatihan pertanian ideal. Lima prinsip dari konsep pertanian ideal yang disokong oleh Mokichi Okada di Kyusei Nature Farming adalah sebagai berikut :

1.Produk yang aman dan pangan yang bergizi untuk meningkatkan kesehatan
2.Pengembangan keuntungan secara ekonomi dan spiritual untuk petani dan konsumen
3.Kesinambungan dan kesenangan dalam menjalankan pertanian ideal
4.Konservasi terhadap lingkungan
5.Produksi pangan berkualitas tinggi

Kyusei Nature Farming bukanlah pertanian tradisional yang bersifat organik. Farming ini disokong oleh Mokichi Okada sebagai suatu cara hidup yang harmonis dengan alam. Dan juga meupakan proses yang hidup yang memadukan semua bagian dari ekosistem pertanian untuk dapat memberikan bahan pangan yang sehat untuk semua mahluk hidup seraya menjaga untuk tetap berkesinambungan.

Pertanian konvensional yang bersifat kimiawi adalah suatu proses dengan hasil yang sangat besar (high yields) tetapi berdampak buruk terhadap lingkungannya. Sebagai perbandingan, pertanian tradisional yang bersifat organik / alami adalah sistem yang menghasilkan bahan pangan berkualitas tinggi dengan jumlah kecil (low yields) sehingga sistem ini tidak mampu memenuhi semua kebutuhan manusia dan hewan / ternak

Kyusei Nature Farming menggunakan Teknologi Effective Microorganisms yang merupakan sistem pertanian yang mengkombinasikan kedua sistem pertanian di atas. Sistem ini tidak menggunakan bahan kimia yang dapat mencemarkan ekosistem, tetapi mampu berproduksi tinggi dan berkesinambungan seraya tetap menjaga lingkungan

Tabel di bawah ini menunjukkan ketiga sistem pertanian tersebut dengan penekanan pada keuntungan dari Kyusei Nature Farming dengan Teknologi Effective Microorganisms dibandingkan dengan dua sistem lainnya yang biasa digunakan di seluruh dunia
Parameter Pertanian Konvensional
Pertanian Tradisional
Kyusei Nature Farming
dengan Teknologi EM
Hasil Menengah - Tinggi
Rendah - Menengah
Menengah - Tinggi
Kualitas Rendah - Menengah
Menengah - Tinggi
Menengah - Tinggi
Biaya Tinggi Rendah Rendah
Kandungan Racun
Tinggi Tidak Ada
Tidak Ada
Lingkungan Rusak Terjaga Terjaga dan Perbaikan
Terus Menerus
Kesinambungan Tidak Berkesinambungan
Berkesinambungan Berkesinambungan

Memulihkan Kesuburan Tanah dengan Bokashi dan EM

Bokashi dan Effective Microorganisms atau Mikroorganisme Efektif ( EM ) memiliki peran penting dalam upaya menyuburkan kembali tanah, terutama di daerah kering, yaitu antara lain :
1.EM melarutkan unsur hara dari bahan induk yang kelarutannya rendah
2.EM mereaksikan logam berat menjadi senyawa yang dapat menghambat penyerapan logam berat oleh akar tanaman
3.Menyediakan molekul organik sederhana sehingga dapat diserap langsung oleh tanaman
4.Memicu pertumbuhan dengan mengeluarkan zat pengatur tumbuh
5.Memperbaiki struktur / dekomposisi bahan organik dan sisa ( residu ) tanaman sehingga mempercepat proses daur ulang unsur hara dalam tanah

Bokashi dan larutan EM diaplikasikan dalam berbagai kegiatan mulai dari pra tanam sampai dengan paska panen, yaitu :
1.Penyiapan Lahan
Untuk tanaman musiman, bokashi disebar merata dengan dosis 2 – 2.5 ton / ha, waktunya 2 – 3 minggu sebelum tanam, kemudian disiram dengan EM yang telah diencerkan dengan kosentrasi 0.1 %. Setelah itu ditutupi dengan mulsa ( jerami, seresah, rumput kering ) agar kelembaban terjaga dan mengurangi gulma. Untuk tanaman tahunan, lubang tanam diisi dengan bokashi 10 kg dan dicampur pupuk kandang secukupnya 1 – 2 minggu sebelum tanam

2.Pembenihan
Benih direndam dalam larutan EM 0.1 % selama 30 menit untuk melapisi benih agar proses inokulasi berlangsung

3.Perawatan tanaman baru
Bibit yang telah dipindah dan tumbuh akarnya, disiram dengan larutan EM 0.1 % merata. Dosis disesuaikan dengan kebutuhan air untuk menggenangi lahan . Pada tanaman tahunan, setelah bibit ditanam ditutupi dengan mulsa, tanaman tersebut disiram dengan larutan EM 0.1 %

4.Perawatan tanaman
Tanaman dan tanah disemprot dengan larutan EM 0.1 % setiap minggu 1-2 kali selama satu bulan. Kebutuhan setiap kali penyiraman kira 5-10 liter / ha. Penambahan penggunaan EM tidak menimbulkan masalah, tetapi biaya harus tetap dikontrol. Frekwensi penggunaan EM biasanya lebih sering pada masa pertumbuhan. Interval berangsur diperpanjang jika tanaman berkembang baik Monitor terus perkembangan tanaman, untuk mencegah terjadinya keracunan akibat asam dari larutan yang ditandai dengan munculnya bercak kuning pada daun. Untuk itu bisa dilakukan pengenceran larutan EM tidak kurang dari 1 : 500
Tidak dianjurkan pemakaian larutan EM bersamaan dengan bahan anorganik ( pestisida atau pupuk ). Sebaiknya aplikasi EM dilakukan setelah penggunaan bahan anorganik

5.Perlakuan setelah panen
Setelah panen, sisa tanaman yang tidak diperlukan (biomas) dikembalikan kedalam tanah. Biomas tersebut dicampur dengan bokashi kemudian disiram dengan larutan EM 0.1 %. Dengan cara ini, bahan organik bertambah, struktur tanah diperbaiki, mencegah erosi, memperkaya mikroorganisme yang menguntungkan, mempertahankan kondisi tanah yang cocok dengan mikroorganisme tersebut, menekan pertumbuhan gulma dan menambah unsur kalium

Uji coba yang sudah dilakukan di berbagai tempat, menunjukkan hasil yang positif. Pada tanaman kentang dan bawang merah di Pacet Jawa Timur. Pada Buncis dan kacang hijau di Srilangka dan pada tanaman jagung di China bagian timur. Seluruh penelitian mernunjukkan adanya peningkatan produksi baik secara morfologis tanaman maupun produksinya